Jumat, 19 April 2013

puisi




Nasib penerus bangsa



Sepasang bola bermain jenaka

Lirik melirik bagai menerkam mangsa

Puluhan taktik taklukan popularitas semata

Ciptakan budaya yang tak ada guna



Bercucuran mereka yang lama menderita

Temani fajar dan senja



Goresan pena terukir

Membekas dari jejak-jejak lama

Membuat buta tanpa cahaya

Nasib penerus bangsa



Penyandang puncak sekedar pura-pura

Membusungkan dada layaknya tentara

Tapi tak ada yang tertera

Sudahlah, jangan membunuh diri

demi impian yang tak pasti





Kegelapan

Aku menangis...

Menatapmu dalam kegelapan

Tak kukenali lagi sinar-sinarmu

Yang menyilaukan sanubari dan iri



Tak ada lagi juta tanya

Yang tertata...

Menghantui relung jiwa

Jelas sudah !



Percuma sembunyikan !

Bersilat lidah hanya kekosongan

Yang kudengar

Sadarlah !



Kegelapan tenggelamkanmu

dalam kehancuran

Matikan kepercayaan

Bahwa kau menakutkan





kumpulan puisi-puisi


Sesosok semangatmu yang kulihat

Diam aku mengamatimu
Diantara butir-butir bening embun pagi ...
Langkah yang berat jelas kulihat dari sorot matamu
Demi mendapat sesuap nasi tak kau hiraukan itu

Diam aku mengamati
Diantara terik mentari
Yang  terus membakar tubuhmu
Tetapi , selalu kau tak hiraukan itu
Hujan keringat pun
Tak pernah menghentikan semangatmu

Ayah ....
Mataku mengembun menatapmu
Hatiku runtuh bersama hujan keringatmu yang jatuh
Tapi aku mencoba tegar saat melihat senyummu


Tanya hati
Bola mata mengintai
Setiap sudut yang ada
Mencari sosok bayangmu
Yang bertubi goreskan luka.....

Runtunan ilusi
Kalahkan fakta
Menari-nari sesakan dada
Apa pernah kau rasa ?

Jiwa terombang-ambing
Menggeming
Terlunglai lesu nantikan kepastian....
Apakah kau merasakan ?

Tanya hati
Mengeruak sesak
Berontak, berlomba ingin melompat
Tak ada satu pun yang sempat

Benarkah tak berasa ?
Bola mata mengintai
Satiap sudut yang ada
Bersama diri yang terus terluka.....